— memberi penghiburan, menginjeksi pengharapan
Buat orang
yang tak suka Nita Thalia, tentu boleh tetap bernafas. Walakin hembusan
nafasnya tak perlu disertai cibiran kelewat cemar, apalagi berperilaku
beringas. Nama lengkapnya Nita Yulianti. Perempuan yang lahir pada 10 Oktober
Agustus 1982 ini mulai menekuni karier sebagai penghibur sejak menyapa khalayak
sebagai penyanyi. Sejak saat itu, namanya dikenal lebih luas oleh masyarakat hingga
muncul ragam macam prestasi dan kontroversi.
Dikenal luas membuat
Nita Thalia akrab dengan beragam semat terhadapnya. Nita Thalia begitu dipuja
oleh sebagian kalangan sepertihalnya dinista sebagian lainnya. Wajar saja, Nita
Thalia memang kerap bersikap terbuka. Sikap yang membuat sebagian manusia
merasa dirisak karenanya.
Sebagai
penghibur, Nita Thalia beberapa kali terlibat kontroversi. Namun itu hanya
pandangan sekilas saja, kalau ditelisik lebih dalam, banyak catatan mengesankan
berhasil diukir oleh perempuan penyuka kucing ini. Jika catatan mengesankan Nita
Thalia diwedarkan seluruhnya, maka catatan ini hanya akan penuh dengan daftar
prestasi yang telah diukir perempuan berdarah Sunda ini. Namun prestasi yang
paling asyik dielaborasi ialah cara Nita Thalia menata diri.
Nita Thalia
pernah jatuh, kemudian bangkit lagi, berulang kali. Dalam setiap kesempatan yang membuatnya jatuh, Nita
Thalia senantiasa memanfaatkan sebagai titik epik dalam perjalanan selanjutnya.
Setitik perlintasan yang membuat Nita Thalia semakin tegar dalam mengayuh
perjalanannya.
Kegagalan yang sempat dialami tak begitu saja membuat Nita Thalia langsir. Nita
Thalia Malahan berhasil untuk terus tetap mengalir. Mengalir untuk menyedot
perhatian kerumunan. Perhatian yang turut membuatnya sanjungan dan cibiran
akrab dengan perjalanannya. Satu sisi dirinya irinya sangat dicinta laiknya
Mûsâ saat berhasil menyelamatkan muruah bangsa Israel setelah diinjak bangsa
Mesir. Perhatian yang juga membuatnya begitu dibenci seperti Fir’aun era Mûsâ
sebagai pencetak catatan kelaliman luar biasa.
Apapun semat
yang diberikan padanya, yang jelas Nita Thalia bukanlah Mûsâ maupun Fir’aun era
Mûsâ. Segala pujian dan kata sanjungan tak membuatnya melayang seperti halnya
segala hinaan dan caci maki tak membuatnya tumbang begitu saja. Nita Thalia
mengerti bahwa dampak mementaskan diri sebagai penghibur adalah segala perkara
maupun peristiwa yang berkelindan dengannya tak bisa dilepaskan dari sorotan
media.
Sorotan yang
membuat Nita Thalia menjalani keseharian seperti ‘Alī bin Abī Thālib dan Ā’isha
bint Abī Bakr. Mereka sama-sama menjadi sosok yang sangat dicintai oleh
sekerumunan dan begitu dibenci oleh sekerumunan lainnya. Wajar, lantaran mata
yang cinta selalu tumpul dari segala cemar. Begitu juga mata yang penuh amarah
hanya mudah memandang segala yang nista.
Segala semat
yang dialamatkan pada Nita Thalia tak membuatnya berhenti meniti tatanan dan
menata titian. Nita Thalia tetap bahadur sebagai penghibur yang dicintai serta
dibenci secara bersamaan. Sebagai sosok yang dipuja sedemikian rupa oleh
sebagian orang serta dinista sedemikian rupa oleh selainnya, Nita Thalia
sanggup membikin manusia saling menyapa lantaran sama-sama merasa sama sebagai
manusia, entah memujanya atau menistanya.
Tidak semua
orang sanggup menarik perhatian kerumunan seperti dilakukan oleh Nita Thalia.
Derap kehadirannya sanggup membuat tak sedikit orang merasa waktunya luang
untuk menjadikan Nita Thalia sebagai bahan perbincangan. Perbincangan yang
membuat nama Nita Thalia turut hadir dalam berbagai suasana. Perbincangan yang
bisa meriuhmeriahkan lingkungan walakin tak membuat Nita Thalia berhenti meniti
tatanan dan menata titian.
Sebagian orang
memandang puan ini bukanlah sosok tak pantas untuk dikagumi karena hanya
manusia biasa. Memang Nita Thalia hanyalah manusia biasa, manusia biasa yang
butuh makan, minum, maupun tidur serta bisa berpeluh lelah, berkeluh kesah,
merasa bad mood menghadapi serbuan
orang, dsb. dst.. Meski begitu, Nika tetaplah sah-sah saja menjadi sosok yang
dikagumi. Bukankah salah satu perkara yang membuat sosok sebesar Muhammad asyik
dikagumi adalah karena dirinya menjalani keseharian sepertihalnya dalam
posisinya sebagai rasul dan nabi?
Nita Thalia
senantiasa mementaskan kesungguhan untuk bisa menjadi manusia biasa seperti
manusia lain yang biasa membincangkannya. Perempuan yang menyukai hard rock
ini terus menyelami ruang rasa agar kehadirannya memberi rasa gembira disertai
kepedulian merawat kepantasan penampilan raga.
Kesungguhan Nita
Thalia untuk bisa menjadi manusia seutuhnya juga dilakukan dengan menumbuhkembangkan
sisi femininine dan masculinine. Sisi masculinine yang dipentaskannya dengan perilaku fearless selaras dengan perilaku kenes
pementasan sisi femininine. Dua sisi
berlawanan yang ada dalam setiap manusia ini sanggup dipadukan sekaligus dengan
bagus untuk membentuk dirinya menjadi sosok queen.
Kesungguhan melakoni keseharian dengan mementaskan laku seperti itu membuat
Nita Thalia tak salah mendapat semat sebagai manusia paripurna. Manusia yang
petuahnya pantas di-gugu (memotivasi)
dan rekam jejaknya layak di-tiru
(menginspirasi). Manusia yang memiliki daya dorong luar biasa pada manusia
lainnya.
Ketika Nita Thalia mapan berdiri di hadapan sanjung puja dan popularitas,
dirinya tetap berusaha untuk bisa menjadi panutan yang laras. Seorang panutan
yang tak hendak menjadikan popularitas sebagai Tuhan. Perjalanan Nita Thalia
adalah ikhtiar dan takdir yang selaras. Nita Thalia terus
bersyukur ikhtiar yang dilakukan
selaras dengan takdir yang
digariskan.
Gempuran cibiran terhadap Nita Thalia memang tak selalu bisa disirnakan.
Namun dirinya tetap tegap berusaha untuk tampil menghibur yang papa dan
mengingatkan yang mapan. Penampilan yang memudahkannya menjadi penyebar
virus-virus cinta pada manusia lainnya. Virus yang membuat manusia saling
mencintai manusia seperti mencintai Tuhannya sang Pencipta.
Sebagian orang
boleh saja memandangnya dengan cemar dan rajin mencibir. Meski demikian, Nita
Thalia tak langsir ungkapan nyinyir yang dialamatkan padanya dari
para tukang pandir. Biarpun sebagian orang sirik tiada akhir, Nita Thalia terus
tetap mengalir.
Karena Nita Thalia adalah manusia biasa, maka tak sulit bagi manusia
lainnya untuk menikam rekam jejak yang Nita Thalia pahatkan. Tak harus menikam rekam jejaknya
sebagai penghibur, walakin mengikuti semangatnya untuk sepenuh hati menghadapi
cibiran.
Dengan segala ungkapan yang dialamatkan padanya maupun menyinggung namanya,
Nita Thalia tetaplah Nita Thalia. Nita Thalia terus melangkah tanpa bisa
dituturkan melalui kata dan aksara sepenuhnya, karena perempuan memang sulit
dimengerti meski tetap bisa dinikmati.